04. Cerita Ruang Tamu

Sabtu, 18 Oktober 2008 |

Puas berbelanja tak membuatku bisa berhenti lama untuk tak memikirkan Adrian. Setelah 3 tahun sendiri, aku mulai bisa membuka kembali pintu hatiku yang telah lama tertutup rapat. Berkutat dan menuliskan sesuatu di lembaran-lembaran blog yang aku miliki, serasa percuma, tak sedikit pun menghibur hatiku yang rasanya tak menentu. Blog itu tak cukup untuk menumpahkan seluruh rasaku. Di tengah gundah dengan khayalanku yang tak menentu itu, tiba-tiba...


"Nis, buka pintunya, ini aku."

"Kenapa Line."

"Buka dulu dong. Sombong amat."

"Hmmm, ada Adrian tuch di ruang tamu."

"He? Jam segini?"

"Udah jangan nolak, buruan turun."


Sontak kaget aku dibuatnya. Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 21.30. Tanpa berpikir panjang lagi, aku turun melalui dapur. Dan kebetulan ada mama di sana. 


"Oh, jadi itu ya Nis, gebetanmu?"

"Gak bisa digebet Mam, dia naksir orang lain."

"Lah, kalo naksir orang lain, kenapa malem-malem gini dia nemuin kamu ya?"

"Gak tau juga ya. Mudah-mudahan dia mulai naksir aku, hehehehe."


Sesaat aku buka pintu dapur, aku langsung melihat Adrian dengan balutan kemeja kotak-kotak biru berlengan panjang yang digulung, dan menggunakan celana jeans yang jatuhnya sangat keren di tubuhnya. 


"Hai, Ad. What's up?"

"Do you have time?"

"Ya, for you? Sure. But by the way, bukannya kamu rencananya tadi mau pergi dengan Asti?"

"Sudah, ia baru saja saya antar ke rumahnya."

"Lalu?"

"Lalu, saya mampir sebentar ke rumah kamu. Tak apa 'kan?"

"Nope. No problem."

"Sebenarnya saya mau mengajak kamu keluar rumah malam ini."

"Saya baru saja pulang Ad. I'm tired. Jadi kita ngobrol di rumah saja ya?"

"Ya, i don't mind. By the way, your house is so nice."

"Thanks."

"Nis, what do you think about Asti?"

"You ask me that question?"

"Ya, why?"

"I don't know, i think i'm not the right person to answer that."

"Why?"

"Saya tidak kenal Asti secara mendalam, Ad. Saya belum pernah bicara panjang lebar dengan dia. Jadi kalau kamu tanya pendapat saya tentang dia, i'm afraid, i can not answer it."

"Kamu tahu khan Nis, saya sudah beberapa kali jalan dengan Asti?"

"Ya, hanya dari beberapa cerita kamu."

"Sejak pertama kali saya bertemu Asti, hingga hari ini, sepertinya saya hanya menemukan ketertarikan dengannya secara fisik, Nis."

"Oh ya? Maksud kamu, dari cantiknya dia dan penampilannya?"

"Betul sekali, tapi selebihnya, dia tak membuat saya tertarik lagi."

"Kamu yakin?"

"Sampai saat ini saya yakin. Dan itu sudah saya rasakan sejak saya masih di London liburan kemarin. Rasa rindu ingin cepat kembali ke Indonesia, bukan karena Asti, bukan karena saya sudah janjian ingin foto-foto dengannya sepulangnya saya dari London. Hal itu terbukti Nis, dari dua kali terakhir ini saya pergi dengannya, dan saya merasa semua biasa saja."

"Itu cuma perasaan kamu Ad, sepertinya."

"Sepertinya bukan Nis. Saya yakin itu."

"Oh."


Aku pun hanya bisa menanggapinya dengan kata terakhir itu, kata yang menunjukkan bahwa aku telah kehabisan kata-kata untuk memberikan respon padanya. 


"By the way Nis, i have something for you. I bought it in London."

"Really, for me?"

"Ya, and hope you like it."

"What's this."

"No, don't open it now."

"Why?"

"Saya malu, Nis. Lebih baik kamu buka itu di kamar, nanti."

"Okay, will do, tapi saya sudah tak sabar."

"Ya sabar sebentar lagi. Saya juga sepertinya mau pamit. Sudah malam. Dan besok kita masih harus sekolah 'kan?"

"Okay."

"Saya pamit ke mamamu boleh?"

"Sebentar ya."


Aku pun melangkah ke dapur sambil penuh senyum, mencari tahu apakah mama masih berada di sana atau tidak. Dan ternyata ia memang masih di sana, menyiapkan kira-kira apa yang akan di masaknya besok pagi untuk sarapan kami. 


"Ehmm, ceria sekali Nis mukamu."

"Hehehe, Ma, Ad mau pamit tuch."

"Ok. By the way, nanti cerita ya ada apa tadi di ruang tamu."

"Hehehehehe."


Lalu kami berdua pun melangkah menuju ruang tamu. 


"Yes Ad, you want to go home?"

"Yes Mam. Terima kasih sudah boleh mampir."

"No, Ad, I thank you for making my daughter so happy today. Isn't it Nis?"

"Absolutely Mom."


Aku jawab pertanyaan mama tadi dengan sedikit nada kesal, karena mama telah membuka "aib" anaknya sendiri. Dan sesampainya kami di pintu keluar, dan baru saja ingin membuka pintu tersebut, tiba-tiba ada seseorang yang sudah membukanya dari luar. 


"Halo, Cinta."

"Daddy, miss you a lot Dad. Payah dech kemarin ngga ketemu."

"Papa pulang kamu sudah masuk kamar sepertinya."

"Bisa diketuk gitu."

"Ah, ngga sabar ketemuan mamamu di kamar."

"Huh. Payah."

"Terus, ini siapa Nis? Cocok sepertinya sama kamu."

"This is Adrian. Adrian this is my father."

"Nice to meet you, Sir."

"Me too, Ad. You already want to go home?"

"Unfortunately yes."

"Okay, careful rite?"

"Sure, coz I still want to see Nisya at school tomorrow. Selamat malam semuanya." 

"Me too Ad. Nite."

"Bye, Nis. See you tomorrow."


Sesaat aku menutup pintu...


"Hey, you two guys, give me a hug. I'm happy today."

"We know dear."

"Love you Mom, Dad. Aku naik dulu ya. Eh by the way, Mom?

"Yes."

"I think he's gonna be my gebetan from now on."

0 komentar: