08. Obrolan Belahan Jiwa

Sabtu, 25 Oktober 2008 |

Dua hari sudah aku lewati di Bali. Makan sendirian. Jalan-jalan sendirian. Belanja sendirian. Nongkrong di pantai sendirian. Di kamar sendirian. Berenang sendirian. Puas aku nikmati semua kesendirianku.

Aku berani bertaruh, tak sedikit yang mencoba menghubungi ponselku yang juga sudah 2 hari ini membisu, tak bersuara, karena aku matikan. Bukan aku ganti dengan profil diam, tapi aku matikan fungsi keseluruhan ponsel itu. Apalagi ditambah aku hanya meninggalkan pesan yang ditempel pada pintu lemari pendingin bertuliskan...

"Aku ke Bali 2 hari. Ntar aku ceritain pas pulang."

Baru saja pesawat yang membawaku kembali ke dunia nyataku telah mendarat. Aku sudah kembali di Jakarta. Ibukota yang cantik kala sinar lampu juga bintang berkilau menyinarinya. Berbeda betul saat matahari tak tertidur. Kota ini menjadi hamparan tanah yang penuh dengan kekejaman makhluk-makhluk yang mendiaminya. 

Termasuk makhluk kejam bernama Ales dan mungkin juga yang bernama Nisya. Dua hari berpikir, yang lagi-lagi sendirian, belum cukup aku rasa, tapi bukan berarti aku tak mencoba meraih solusi.

Tak perlu waktu lama taksi itu menghantarkanku ke rumah, kala Jakarta sudah sedikit terlelap. Bermodal kunci rumah lengkap, menjadikanku tak perlu bertingkah seperti maling saat harus memasuki rumah. 

Tak ada seorang pun di ruang tamu. Aku yakin semuanya sudah tidur. Namun ternyata tebakanku salah. Aku masih melihat cahaya lampu dari arah dapur. Langkah kaki ini pun membawaku ke sana. 

"Heh Tengil, dari mana lu?"

"Belom tidur lu, Line?"

"Belom. Dah dari Jumat gue susah tidur."

"Kenapa?"

"Sebenernya agak sebel siy gue ngomongnya ama elu, Nis. Everytime you have problem, gue ngga pernah bisa tidur nyenyak."

"Really? Kok elu baru bilang sekarang?"

"Gengsi Nyet. By the way, are you ok?"

"Gak lah. Kalo gue okay-okay aja, ngapain gue ngabur ke Bali."

"Gak tau ya gue. Gue kira elu ngejar Ad!?"

"Ye, gak segitunya juga kali."

"Terus kenapa? Gara-gara Ad? Kasiyan tuch dia ampe nelpon ke rumah berkali-kali 2 hari ini."

"Line, elu jadi kuliah di Aussie?"

"Jadi. Kenapa?"

"Dah yakin lu?"

"Most likely. Kenapa siy?"

"Just because Ales ya Line, kamu mantep ke sana?"

"Gak juga Nis. Alasan utama gue siy, gue males jauh dari rumah."

"Lebih deket lagi Line? Singapur."

Saat menenggak satu gelas jus mangga yang baru saja aku ambil dari lemari pendingin, Eline kemudian melontarkan sebuah pertanyaan lagi.

"Terus kenapa lu? Jangan sampe elu mbuat gue ngga bisa tidur lagi malem ini. Sepertinya ini yang terparah dari ngga bisa tidurnya gue dulu-dulu. Even elu ngga bilang langsung ke gue ya Nis, tapi biasanya kalo masalah elu selese cepet, gue bakal cepet bisa tidur lagi, dan gak lama dari itu, pasti udah ada yang cerita ke gue, tentang masalah elu itu."

"Oooowww...pantesan elu ngga pernah nanya-nanya gue ya? Lah elu ternyata setengah paranormal buat gue."

"Hehehehe, emang gue suka jadi kayak gini. Gak enak kali."

"Line, selain elu ngga suka gara-gara elu jadi sensitif n ikutan ngerasain masalah gue, menurut pandangan lu, gue kayak apa siy?"

"Nyebelin."

"Come on, serius niy gue, walopun nyebelin emang salah satunya."

"Elu kaca buat gue kok Nis. Gue ngga perlu susah-susah nyari tau pendapat orang lain. Gue tinggal liat elu. Diem-diem observasi gue canggih loh."

"Contohnya apa?"

"Inget waktu kita dulu masih dijejali dengan banyaknya les-les keparat itu?"

"Iya tuh, cuma libur pas weekend"

"Elo tau dong, gue ngomel-ngomelnya kayak apa waktu itu. Ada gitu yang ngajarin gue secara detil ngatur waktu semua tugas sekolah, les, plus tugas kita di rumah waktu itu?"

"Detil siy ngga. Di-brief dikit siy iya."

"Ntah kenapa, elu bisa gituh diem tanpa ngomel, tapi kerjaan lu beres semua."

"Iya yah?"

"Dan diem-diem gue observasi elu Nis. Elu sadar ngga siy, gue dah ngga terlalu cranky dibanding dulu."

"Wow, ma kasih loh, jadiin gue sebagai inspirasi elu. Terus, berarti kira-kira elu bakal percaya omongan gue dong?"

"Tergantung niy."

"Tergantung apa?"

"Make sense atau ngga."

"Kalo boleh gue minta dibandingin niy Line, kira-kira elu bakal lebih percaya omongan gue atau omongan pacar lu ndiri?"

"Kenapa nanyanya gitu sih."

"Loh iya dong, gue itu kembaran lu. Ales pacar lu. Apple to apple dong bandinginnya. Dua-duanya adalah orang yang deket ama elu, dua-duanya bisa mbuat elu ga bisa tidur. Ya gak?"

"Gue harus milih nih?"

"Iya, elu harus milih."

"Ales, Nis."

"Oh. Ok."

"Kenapa siy?"

"No, i just want to know. Buat pertimbangan kalo gue mau cerita-cerita masalah gue aja ke elu. Ya, udah kalo gitu, gue milih untuk mbuat elu ga bisa tidur dech Line."

"Sial lu. Termasuk malem ini lagi?"

"Yoi. Ya 'dah gue mau tidur, ngantuk, capek, terus besok sekolah."

"Payah lu."

"Eh berhubung elu ngga tidur lagi, berarti besok pagi elu bangunin gue ya ke sekolah."

0 komentar: